FAKTOR-FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI KEKERASAN PADA ANAK
Menurut hasil pengaduan yang diterima KOMNAS Perlindungan Anak , pemicu kekerasan terhadap
anak
yang terjadi diantaranya adalah : 1) Kekerasan dalam rumah tangga,
yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah,
ibu dan saudara yang lainnya. Kondisi menyebabkan tidak terelakkannya
kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran
kemarahan orang tua, 2) Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak
berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai
pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan
menyayangi, 3) Faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan
ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi
adalah faktor yang banyak terjadi, 4) Pandangan keliru tentang posisi
anak dalam keluarga. Orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang
yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak
dilakukan oleh orang tua.
Disamping itu, faktor penyebab lainnya adalah terinspirasi dari
tayangan-tayangan televisi maupun media-media lainnya yang tersebar
dilingkungan masyarakat. Yang sangat mengejutkan ternyata 62 % tayangan
televisi maupun media lainnya telah membangun dan menciptakan prilaku
kekerasan.
Menurut Sitohang (2004), penyebab munculnya
kekerasan pada anak
adalah a) Stress berasal dari anak. Yaitu, kondisi anak yang berbeda,
mental yang berbeda atau anak adalah anak angkat, b) Stress keluarga.
Yaitu, kemiskinan pengangguran mobilitas, isolasi, perumahan tidak
memadai, anak yang tidak diharapkan dan lain sebagainya, c) Stress
berasal dari orang tua. Rendah diri, Waktu kecil mendapat perlakuan
salah, Depresi, Harapan pada anak yang tidak realistis, Kelainan
karakter/gangguan jiwa.
Sitohang (2004) melihat ketiga hal tersebut adalah situasi awal atau
kondisi pencetus munculnya kekerasan pada anak. Pada gilirannya kondisi
tersebut berlanjut pada perilaku yang salah orang tua terhadap anaknya.
Contohnya, penganiayaan dan teror mental.
Unicef (1986) mengemukakan ada 2 faktor
yang melatarbelakangi munculnya kekerasan anak oleh orang tuanya.
Faktor tersebut masing-masing berasal baik dari orang tua maupun anak
sendiri. 2 faktor tersebut antara lain; a) Orang tua yang pernah jadi
korban penganiayaan anak dan terpapar oleh kekerasan dalam rumah, orang
tua yang kondisi kehidupannya penuh sters, seperti rumah yang sesak,
kemiskinan, orang tua yang menyalahgunakan NAPZA, orang tua yang
mengalami gangguan jiwa seperti depresi atau psikotik atau gangguan
keperibadian. b) Anak yang premature, anak yang retardasi mental, anak
yang cacat fisik, anak yang suka menangis hebat atau banyak tuntutan.
Berdasarkan uraian tersebut baik orang tua maupun anak sama-sama
berpengaruh pada timbulnya kekerasan pada anak.
Rakhmat (2003) beranggapan kekerasan pada
anak-anak bukan hanya merupakan problem personal. Jika hanya menimpa
segelintir anak-anak saja, dapat dilacak pada sebab-sebab psikologis
dari individu yang terlibat. Pemecahannya juga dapat dilakukan secara
individual. Memberikan terapi psikologis pada baik pelaku maupun korban
mungkin akan cepat selesai. Tetapi jika perilaku memperkerjakan anak
kecil dalam waktu yang panjang, menelantarkan mereka, atau menyakiti
dan menyiksa anak itu terdapat secara meluas di tengah-tengah
masyarakat maka berhadapan dengan masalah sosial. Penyebabnya tidak
boleh lagi dilacak pada sebab-sebab individual. Melacaknya pada nilai,
pola interaksi sosial, struktur sosial ekonomi, dan atau pranata
sosial. Pemecahannya memerlukan tindakan kolektif dari seluruh anggota
masyarakat.
Rakhmat (2003) membagi faktor sosial
antara lain: 1) Norma sosial, yaitu tidak ada kontrol sosial pada
tindakan kekerasan pada anak-anak, maksudnya ketika muncul kekerasan
pada anak tidak ada orang di lingkungannya yang memperhatikan dan
mempersoalkannya; 2) Nilai-nilai sosial, yaitu hubungan anak dengan
orang dewasa berlaku seperti hirarkhi sosial di masyarakat. Atasan
tidak boleh dibantah. Aparat pemerintahan harus selalu dipatuhi. Guru
harus digugu dan ditiru. Orangtua tentu saja wajib ditaati dengan
sendirinya. Dalam hirarkhi sosial seperti itu anak-anak berada dalam
anak tangga terbawah. Mereka tidak punya hak apa pun, sedangkan orang
dewasa dapat berlaku apa pun kepada anak-anak; 3) Ketimpangan sosial.
Banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga korban child abuse
kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi yang rendah.
Kemiskinan, yeng tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan
karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan
semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orangtua mengalami
stress yang berkepanjangan. Ia menjadi sangat sensisitif. Ia mudah
marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk bercanda
dengan anak-anak. Terjadilah kekerasan emosional.
Kekerasan tersebut diperlukan tindakan
kolektif untuk mengatasinya, memerlukan proses pendidikan yang terus
menerus untuk mensosialisasikan nilai-nilai demokratis dan penghargaan
pada hak-hak anak-anak, berusaha menegakkan undang-undang yang
melindungi anak-anak dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang dewasa
dan membangun lembaga-lembaga advokasi anak-anak.
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan pada anak
yaitu; 1) Faktor internal (keluarga), antara lain penyimpangan
psikologis baik orang tua maupun anak, dan; 2) Faktor eksternal atau
faktor sosial.